Rabu, 11 Januari 2012

Kebajikan dan Reformasi Administrasi dilihat dari Sisi Etika Administrasi Negara


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pada pertengahan 1980-an, istilah yang terdengar agak kuno, “kebajikan,” mulai masuk kembali kosakata etika administrasi publik. Sejak itu menjadi tema utama dan secara umum dipahami sebagai sinonim dengan “karakter.” Potongan pertama yang muncul dalam literatur yang sedang dipertimbangkan adalah “Pelayanan Publik dan Patriotisme dari kebajikan” oleh Frederickson dan Hart (1985). Pada artikel ini, penulis beralih dari penekanan dalam sastra dekade sebelumnya pada penalaran tentang prinsip-prinsip etika terhadap penyelesaian dilema etika dan mengalihkan fokus ke karakter pribadi yang mungkin cenderung untuk melakukan hal yang benar. Sifat karakter tertentu mereka diperiksa adalah “kebajikan” yang mereka definisikan sebagai “kasih yang luas dan non-instrumental orang lain” (hal. 547).
Publikasi Quandaries Pincoffs ‘dan Virtues (1986) memberikan dorongan untuk kepentingan pemula dalam etika kebajikan. Di dalamnya Pincoffs membuat serangan frontal terhadap ahli etika dengan penalaran tentang prinsip-prinsip untuk mengatasi batasan etika dan membangun argumen yang meyakinkan untuk berfokus pada karakter sebagai cara yang lebih handal menjamin perilaku etis.
Pada tahun 1987 Cooper menerbitkan “hirarki, Kebajikan, dan Praktek Administrasi Publik: Sebuah Perspektif untuk Etika Normatif,” yang menganjurkan penggunaan konsep Maclntyre tentang praktek ””untuk konsep identitas normatif administrator publik sering mengadopsi salah satu dari “profesional.” Dalam skema ini, kebaikan dari administrator memberikan perlindungan utama internal administrasi publik melawan korupsi.
Dua buah wawasan dikembangkan karakter fiksi muncul pada tahun 1988 dan 1989. Dobel (1988) digunakan John Le Carre George Smiley dalam “The Spymaster : John Le Carre dan Karakter Spionase” untuk mempelajari tekankan pada karakter seperti pertimbangan moral dan loyalitas dalam dunia bayangan mata-mata di mana peran konflik dan integritas adalah sulit dipertahankan. Harmon (1989) memfokuskan perhatiannya pada karakter CS Forester, Horatio Hornblower, berpendapat bahwa tanggung jawab tidak selalu panggilan untuk tindakan yang sama, juga bukan dicapai melalui komitmen tunggal pemikiran prinsip-prinsip tertentu. Sebaliknya, sering terjadi ambiguitas dalam situasi. Harmon menyatakan bahwa kebajikan sering dihadapkan dengan kebajikan pengimbang, sehingga membutuhkan sebuah “percakapan reflektif tentang apa yang harus dilakukan berikutnya” yang sedang berlangsung (hal. 286).
Hart, dalam “Kemitraan dalam Kebajikan Diantara Semua Warga Negara: Layanan Publik dan Civic Humanisme” (1989), berpendapat bahwa pikiran pendiri paling baik dipahami “melalui paradigma virtuecentered humanisme sipil, dengan ‘etika karakter’ pelayan sendiri” (p 101).. Ini adalah contoh utama dari terjalinnya tema utama dalam literatur tertentu telah meningkat menjadi menonjol. Bagian ini, bagaimanapun, adalah implikasi dari tradisi humanis sipil untuk etika administrasi. kongruensi dengan pemikiran berdirinya ditawarkan sebagai pembenaran untuk diadopsi sebagai perspektif normatif. “Administrasi Tanggung Jawab: Konsensus Moral dan Moral Otonomi” oleh Jos (1990) menentang upaya untuk membangun konsensus moral di antara warga sekitar konsep-konsep seperti keadilan sosial. Sebaliknya, ia memilih untuk otonomi moral bagi administrator publik untuk mencapai administrasi yang bertanggung jawab. dia bersikeras, “terutama masalah pertimbangan moral dan karakter” (hal. 239).
Dobel (1990) menata tiga komitmen penting dalam “Integritas di Pelayanan Publik.” Rezim akuntabilitas ini termasuk, tanggung jawab pribadi, dan kehati-hatian. Dia menegaskan bahwa tidak ada salah satu yang memadai melakukan etika dalam administrasi publik, tapi itu memegang ketiga bersama “dalam ketegangan sambil menjaga beberapa koherensi” dalam tindakan seseorang dan kehidupan integritas publik. Hal ini umumnya konsisten dengan Aristoteles pemahaman tentang kebajikan, atau karakter, yang menekankan keseimbangan atribut dalam kehidupan seseorang bukan daftar sifat yang diinginkan.
Cooper dan Wright (1992), dalam volume, Teladan Publik Administrator: Karakter dan Kepemimpinan Pemerintah, menyajikan studi karakter administrator publik. Masing-masing berusaha untuk menimbang karakter dari beberapa praktisi administrasi publik dan membangun sebuah kasus baginya atau sebagai sebuah contoh dari kebajikan. Tujuan dari buku ini adalah untuk menyediakan tes empiris kelangsungan hidup dan kegunaan konsep kebajikan, serta untuk mengidentifikasi model peran positif untuk lapangan. Dalam rangka untuk mengembangkan kebajikan dalam administrasi publik, jurnal Integritas Publik telah mengundang penulis untuk mengirimkan artikel melakukan studi karakter dari administrator publik tertentu. Ini akan sangat mirip dengan yang disajikan dalam Cooper dan Wright. Seri ini dapat memberikan kesempatan untuk memupuk minat dalam kebajikan sebagai satu aspek dari etika administrasi, menyempurnakan konsep-konsep yang berhubungan dengan studi karakter, dan mendorong pertimbangan dari berbagai teknik analisis.




































BAB II
PEMBAHASAN

KEBAJIKAN DAN REFORMASI ADMINISTRASI
DALAM SISI ETIKA ADMINISTRASI NEGARA


Pengertian Kebajikan dalam Sisi Etika Administrasi Negara

1.      Pengertian Kebajikan

Kebajikan merupakan suatu tindakan perilaku kebiasaan untuk berbuat baik-baik atau dalam kondisi ideal merupakan perilaku yang telah dapat mengikuti tuntunan watak sejati secara alami. Selain itu kebajikan dapat diartikan pula bahwa sesuatu yang membawa kebaikan dan perbuatan baik. Jadi dari hasil pengertian di atas maka, pengertian dari nilai kebajikan adalah suatu tindakan atau perilaku yang baik yang dipercayai ada pada sesuatu dan memuaskan tiap-tiap individunya.
Menurut Socrates kebajikan merupakan semacam kearifan atau kebijaksanaan yang menimbulkan keselarasan pada jiwa seseorang yaitu kesehatan, keindahan, dan kesejahteraan dari jiwa. Menurut Aristoteles kebajikan adalah keadaan suatu hal yang merupakan keunggulannya yang khas dan memungkinkan hal itu melaksanakan fungsinya secara baik. Atas dasar pengertian tersebut, perlu ditegaskan prinsip penyatuan moralitas dan etik dalam seluruh aktivitas, umumnya perlu dipelajari oleh para penyelenggara pemerintah di Indonesia. Guna meminimalisasi, bahkan menghilangkan berbagai bentuk kezaliman.


Memprioritaskan kepentingan umum dan kemaslahatan bersama harus dilakukan di atas keuntungan pribadi dan kelompok, karena hal ini termasuk tujuan utama pemerintahan Indonesia, yang mau mensejahterakan masyarakatnya. Guna menjamin hak-hak semua pihak dan menghindari dominasi suatu pihak terhadap pihak lain.
Bermartabat menurut bangsa Indonesia untuk menempatkan dirinya sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Karena bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang mampu menampilkan dirinya, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi, maupun budaya.
Jika setiap watak pemerintahan kita di Indonesia ini memiliki nilai kebajikan sebagai dasar moral dalam penyelenggaraan pemerintahan di negara kita, maka tidak salah lagi, kalau tidak akan ada lagi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di lembaga pemerintahan, karena martabat muncul dari akhlak dan budi pekerti yang baik, mentalitas, etos kerja dan akhirnya bermuara pada produktivitas dan kreativitas.
Nilai kebajikan memunculkan rasa percaya diri yang memungkinkan kita berdiri sama tegak, dan tidak didikte oleh bangsa lain untuk itu semua warga negara dapat mengambil peran dalam membangun negara sehingga menjadi masyarakat madani berdaya, berkeadilan, masyarakat yang tidak mudah dihina oleh kekuatan manapun.
Dengan nilai kebajikan sebagai dasar moral maka pemerintah di Indonesia menciptakan suatu masyarakat yang didalamnya tidak ada lagi pihak yang dinafikan kebutuhan dasarnya.
Pemerintah harus berusaha agar setiap individu mendapat hak-hak sosialnya secara penuh dan utuh memperoleh jaminan sosial secara proporsional serta manfaat dari sumber-sumber daya alam dan kekayaan negara dapat dinikmati oleh semua elemen masyarakat.
Dalam waktu yang sama ia harus melaksanakan segala sesuatu yang menjadi tanggung jawab sosialnya dalam rangka merealisasikan keadilan menyeluruh dalam kehidupan tegaknya keadilan sosial akan mewujudkan masyarakat yang menghargai orang berdasarkan keutamaan dan prestasinya.
Artistoteles menggolongkan kebajikan menjadi kebajikan moral yang harus dimiliki oleh setiap pemerintah
·         Pembatasan
·         Ketabahan
·         Keadilan
·         Kearifan
·         Ilmu
·         Akal sehat
·         Kebijaksanaan
Thomas Aquinas mengelompokkan kebajikan teologis
·         Kepercayaan
·         Pengharapan
·         Cinta kasih
Thomas Hobbes mengelompokkan kebajikan moral yaitu
·         Keadilan
·         Rasa terima kasih
·         Kerendahan hati
·         Kepantasan
·         Belas kasihan


b.      Keadilan sebagai Kebajikan Moral Bagi Administrator

1.      Sebagian pemikir politik membicarakan tentang kebajikan politik yang menyangkut kehidupan politik tujuan  negara dan bentuk pemerinahan.
2.      Montesque menetapkan kebajikan sebagai asas dalam bentuk pemerintahan republic kebajikan pada sebuah negara republik yang perlu dimiliki warga negaranya ialah cinta kepada negaranya.
3.      John Stuart Mill menetapkan kebajikan sebagai tujuan dari suatu pemerintahan yang baik. Pokok keunggulan terpenting yang suatu bentuk pemerintahan dapat memilikinya ialah memajukan kebajikan dan kecerdasan dari rakyat.
4.      Pengembangan kebajikan terasa lebih penting bagi para administrator pemerintahan yang sehari-hari menjalankan roda pemerintahan.
5.      Aristoteles melihat adanya kestuan diantara berbagai kebajikan moral dalam rangka suatu keadilan umum karena keadilan umum terdiri dari suatu kebajikan moral sepanjang kebaikan moral itu diarahkan pada kesejahteraan masyarakat dan kebaikan dari orang lain keadilan umum yang demikian itu merupakan kebajikan seluruhnya yang bersifat lengkap.
6.      Keadilan merupakan kebajikan moral yang utama, yang pokok atau yang terpenting untuk diperkembangkan pada para administrator pemerintahan sehingga setiap administrator pemerintahan dari kedudukan yang terendah sampai jabatan yang tertinggi dapat terbina jiwa keadilan dalam budi pikiran, hasrat kemauan, dan hati sanubarinya secara kokoh.
7.      Kebajikan merupakan ganjarannya itu sendiri karena bilamana dimiliki. Seseorang merupakan sebuah pahala sendiri bagi diri pribadinya dan sekaligus juga merupakan suatu kesenangan saja. Keadilan sebagai Kebajikan Moral Bagi Pemerintah.
2.      Pengertian Reformasi

Reformasi administrasi merupakan suatu upaya perbaikan yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus di segala aspek administrasi yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja administrasi.
Reformasi administrasi menurut Lee dan Samonte (Nasucha, 2004) merupakan perubahan atau inovasi secara sengaja dibuat dan diterapkan untuk menjadikan sistem administrasi tersebut sebagai suatu agen perubahan sosial yang lebih efektif dan sebagai suatu instrumen yang dapat lebih menjamin adanya persamaan politik, keadaan sosial dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Khan (Guzman et.al., 1992), reformasi administrasi adalah usaha-usaha yang memacu atau membawa perubahan besar dalam sistem birokrasi negara yang dimaksudkan untuk mentransformasikan praktik, perilaku, dan struktur yang telah ada sebelumnya.
Caiden (1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai the artificial inducement of administrative transformation against resistance, dimana dapat diartikan bahwa reformasi administrasi merupakan keinginan atau dorongan yang dibuat agar terjadi perubahan atau transformasi di bidang administrasi. Sedangkan Quah (Nasucha, 2004) menyatakan bahwa reformasi administrasi publik merupakan suatu proses untuk mengubah struktur ataupun prosedur birokrasi publik yang terlibat dengan maksud untuk meningkatkan efektivitas organisasi dan mencapai tujuan pembangunan nasional. Mariani (Caiden, 1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai

La reforme administrative doit tendre a doter le Pays d’une administration qui, tout en garantissant a son personnel le benefice des lois sociales, agira avec le maximum d’efficacite et de celerite, aux moindres frais pour le contribuable, en imposant au public le minimum de gene et de formalites

a.      Konsep Reformasi Administrasi

Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang Reformasi Administrasi, yaitu :

Ø  Peningkatan sistemik kinerja operasional sektor publik
secara terencana (Caiden,1991);
Ø  Penerapan ide-ide baru atau kombinasi ide guna meningkatkan sistem administrasi agar mampu melaksanakan tujuan pembangunan nasional (Lee dan Samonte, 1970);
Ø  Penggunaan otoritas dan pengaruh secara sengaja dan terencana dalam penerapan cara-cara baru terhadap sistem
administrasi sehingga untuk merubah tujuan, struktur dan
prosedur-nya sehingga meningkat kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan (UNDTC, 1983);
Ø  Inovasi secara terencana untuk meningkat-kan kemampuan
sistem administrasi sebagai social agent yang lebih efektif,
instrumen yang lebih baik untuk menyelenggarakan demokratisasi politik, keadilan sosial, dan pertumbuhan ekonomi, yang merupakan unsur terpenting dalam proses
nation-building dan pembangunan (Samonte, 1970);
Ø  Upaya untuk mengadakan perubahan besar dalam system birokrasi suatu negeri dengan maksud untuk mengadakan transformasi terhadap praktek-praktek, perilaku, dan struktur yang berlaku (Khan, 1981);
Ø  Proses yang terencana untuk mengadakan perubahan dalam struktur dan prosedur birokrasi publik, serta sikap dan perilaku para birokrat dalam upaya meningkatkan dayaguna organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan (Quah, 1976).

b.      Tujuan Reformasi Administrasi

Mosher (Leemans) berpendapat bahwa tujuan dari reformasi administrasi adalah merubah kebijakan dan program, meningkatkan efektivitas administrasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan melakukan antisipasi terhadap kritikan dan ancaman dari luar. Menurut Caiden (1969), tugas dari para pelaku reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan kinerja administrasi bagi individual, kelompok, dan institusi dan memberikan masukan tentang cara-cara yang dapat ditempuh untuk dapat mencapai tujuan dengan lebih efektif, ekonomis dan lebih cepat. Dror (Zauhar, 2002) berpendapat bahwa reformasi pada hakekatnya merupakan usaha yang berorientasi pada tujuan yang bersifat multidimensional.
Terdapat 6 (enam) tujuan reformasi yang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, tiga tujuan reformasi bersifat intra-administrasi yang ditujukan untuk menyempurnakan administrasi internal dan tiga tujuan reformasi lainnya berkenaan dengan peran masyarakat di dalam sistem administrasi.
Tujuan internal reformasi administrasi yang dimaksud meliputi:
1.      Efisiensi administrasi, dalam arti penghematan uang, yang dapat dicapai melalui penyederhanaan formulir, perubahan prosedur, penghilangan duplikasi dan kegiatan organisasi metode yang lain.
2.      Penghapusan kelemahan atau penyakit administrasi seperti korupsi, pilih kasih dan sistem teman dalam sistem politik dan lain-lain.
3.      Pengenalan dan penggalakan sistem merit, pemakaian PPBS, pemrosesan data melalui sistem informasi yang otomatis, peningkatan penggunaan pengetahuan ilmiah dan lain-lain.
Sedangkan tiga tujuan lain yang berkaitan dengan masyarakat adalah:
1.      Menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya keluhan masyarakat.
2.      Mengubah pembagian pekerjaan antara sistem administrasi dan sistem politik, seperti misalnya meningkatkan otonomi profesional dari sistem administrasi dan meningkatkan pengaruhnya pada suatu kebijaksanaan.
3.      Mengubah hubungan antara sistem administrasi dan penduduk, misalnya melalui relokasi pusat-pusat kekuasaan.
Pollitt (2003) berpendapat bahwa terdapat tiga tujuan untuk melakukan reformasi antara lain:
1.      Penghematan (to save money) Terjadinya krisis ekonomi yang melanda dunia yang memaksa pemerintah untuk melakukan gerakan pemangkasan anggaran (scissors movement). Pemangkasan anggaran ini dilakukan karena meningkatnya dana yang dikeluarkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (welfare cost) sedangkan kesempatan untuk menarik pajak baru dari masyarakat menipis. Pemangkasan pengeluaran publik merupakan agenda utama dari pemerintah.
2.      Keinginan untuk memperbaiki kinerja sektor publik. Beberapa pejabat politik dan pejabat pemerintah percaya bahwa dengan meningkatkan kinerja sektor publik, dapat membantu pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang pada akhirnya akan meningkatkan legitimasi pemerintah. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan kualitas layanan dan produktivitas.
3.      Menemukan mekanisme baru bagi akuntabilitas publik, hal ini disebabkan adanya berbagai pola berbeda yang digunakan pejabat pemerintah dan aktor politik dalam melakukan pertanggungjawaban terhadap publik.
Sedangkan Hahn Been Lee (Zauhar, 2002) berpendapat bahwa terdapat tiga tujuan dilakukannya reformasi administasi antara lain:
1.      Penyempurnaan Tatanan (improved order) Keteraturan atau order merupakan kebajikan yang melekat dalam pemerintahan. Apabila yang ingin dituju adalah penyempurnaan tatanan, mau tidak mau reformasi harus diorientasikan pada penataan prosedur dan kontrol. Yang sangat diperlukan oleh administrator dalam era baru ini adalah menghadang agen pembaru. Sebagai konsekuensi logisnya maka birokrasi yang kokoh dan tegar perlu segera dibangun. Tipe reformasi yang dilakukan dengan penyempurnaan tatanan disebut dengan reformasi prosedural (procedural reform).
2.      Penyempurnaan Metode (improved method) Penyempurnaan yang dilakukan adalah dalam bidang teknis dan metode kerja. Teknik dan metode yang baru ini dapat dikatakan bermanfaat bila bisa mencapai tujuan-tujuan yang lebih luas. Apabila tujuan dari reformasi administrasi diartikulasikan dengan baik dan secara efektif diterjemahkan ke dalam berbagai program aksi yang nyata, penyempurnaan metode akan memperbaiki implementasi program, yang pada akhirnya akan meningkatkan realisasi pencapaian tujuan. Tipe reformasi yang dilakukan dengan penyempurnaan metode disebut dengan reformasi teknis (technical reform).
3.      Penyempurnaan Kinerja (improved permormance) Penyempurnaan kinerja lebih bernuansa tujuan dalam substansi
program kerjanya dari pada penyempurnaan keteraturan maupun penyempurnaan metode teknis administratif. Fokus utamanya adalah pada pergeseran dari bentuk ke substansi, pergeseran dari efisiensi dan ekonomis ke efektifitas kerja, pergeseran dari kecakapan birokrasi ke kesejahteraan masyarakat. Tipe reformasi yang dilakukan dengan penyempurnaan kinerja disebut dengan reformasi program (programmatic reform).
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah dijabarkan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara umum tujuan reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan kinerja (performance) organisasi.






























BAB III
PENUTUP

Kebajikan merupakan suatu tindakan perilaku kebiasaan untuk berbuat baik-baik atau dalam kondisi ideal merupakan perilaku yang telah dapat mengikuti tuntunan watak sejati secara alami. Selain itu kebajikan dapat diartikan pula bahwa sesuatu yang membawa kebaikan dan perbuatan baik. Jadi dari hasil pengertian di atas maka, pengertian dari nilai kebajikan adalah suatu tindakan atau perilaku yang baik yang dipercayai ada pada sesuatu dan memuaskan tiap-tiap individunya, sedangkan Reformasi administrasi merupakan suatu upaya perbaikan yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus di segala aspek administrasi yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja administrasi, jadi dapat dilihat bahwa kebajikan dan reformasi administrasi sangat erat kaitannya terhadap etika administrasi negara dimana seorang administrator harus selalu mengedepankan etika dan moral dan selalu bersikap royal terhadap tugasnya.









BAB IV
DAFTAR PUSTAKA


Prof. Dr. Sofian Effendi. 2000. Ceramah Pada Re-entry Workshop Strategic Management of Local Authorities. Diselenggarakan oleh Badan Diklat Depdagri.



1 komentar: